My Mathematic
Selasa, 31 Januari 2017
Rabu, 18 Januari 2017
Rabu, 11 Juni 2014
PENDIDIKAN KARAKTER
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi
dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri,
rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat,
bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani,
dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil, rendah hati, dan nilai-nilai
lainnya. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau
unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya
tersebut (Kemendikbud, 2010). Pendidikan
karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan
yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat
(Kemendikbud, 2010).
Menyadari pentingnya karakter, dewasa ini banyak pihak menuntut
peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada
lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial
yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian
massal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut
telah sampai pada taraf yang sangat
meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi
pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan
kepribadian peserta didik melalui peningkatan
intensitas dan kualitas pendidikan karakter. Agar peserta didik memiliki
karakter mulia sesuai norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat
istiadat, maka perlu dilakukan pendidikan karakter secara memadai. Menurut
Kemendiknas (2010), nilai-nilai luhur sebagai pondasi karakter bangsa yang
dimiliki oleh setiap suku di Indonesia ini, jika diringkas diantaranya sebagai
berikut:
Pendidikan
karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) mempromosikan
nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter, (2) mengidentifikasi karakter
secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan, dan perilaku, (3) menggunakan
pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun karakter, (4) menciptakan
komunitas sekolah yang memiliki kepedulian, (5) memberi kesempatan kpeada
peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik, (6) memiliki cakupan
terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta
didik, membangun karakter mereka, dan membantu mereka untuk sukses, (7) mengusahakan
tumbuhnya motivasi diri pada para peserta, (8) memfungsikan seluruh staf
sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi tanggung jawab untuk pendidikan
karakter dan setia pada nilai dasar yang sama, (9) adanya pembagian
kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan
karakter, (10) memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter, (11) mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf
sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter posisitf dalam kehidupan
peserta didik (Lickona,
2007).
Daftar Pustaka
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2010. Pendidikan Karakter Di
Sekolah Menengah pertama (Panduan).
Lickona, T, B, at al. 2007. Eleven
Principles of Effective Character Education. Washington: Character
Education Partnership (CEP).
Wibowo, A. 2012. Pendidikan Karakter (Strategi Membangun Karakter Bangsa Berperadaban).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Minggu, 08 Juni 2014
AKAR TAK HINGGA
Bentuk akar adalah akar dari bilangan rasional yang hasilnya merupakan bilangan irasional. Dalam blog ini akan disampaikan contoh-contoh bentuk akar tak hingga.
CONTOH 2
CONTOH 3
Jumat, 30 Mei 2014
ARITMATIKA MODULAR
DAFTAR PUSTAKA
Zawaira, A dan Hitchcock,
G. 2009. A Primer for mathematics
Competitions. New York: Oxford University Press.
Raji, W. An
Introductory Course in Elementary Number Theory.
Selasa, 13 Mei 2014
EVALUASI PROGRAM
A. Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi program pembelajaran adalah
proses sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan
dan menyajikan informasi tentang implementasi rancangan program pembelajaran
yang telah disusun oleh guru untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat keputusan, menyusun kebijakan maupun menyusun program pembelajaran selanjutnya
(Widoyoko, 2009:10).
B. Kegunaan Evaluasi Program Pembelajaran
Ada empat kegunaan utama evaluasi program pembelajaran antara lain: (1) mengkomunikasikan program kepada publik, (2) menyediakan informasi bagi pembuat keputusan, (3) penyempurnaan program yang ada, dan (4) meningkatkan partisipasi.
Objek Evaluasi Program Pembelajaran.
Objek atau sasaran evaluasi program pembelajaran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Evaluasi masukan pembelajarn menekankan pada penilaian karakteristik peserta didik, kelengkapan dan keadaan sarana dan prasarana pembelajaran, karakteristik dan kesiapan guru, kurikulum dan materi pembelajaran, strategi pembelajaran, strategi pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran, serta keadaan lingkungan dimana pembelajaran berlangsung.
2) Evaluasi proses pembelajaran menekankan pada penilaian pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh pembelajar meliputi keefektifan strategi pembelajaran yang dilaksanakan, keefektifan media pembelajaran, cara mengajar yang dilaksanakan, dan minat, sikap serta cara belajar siswa.
3) Penilaian hasil pembelajaran merupakan upaya untuk melakukan pengukuran terhadap hasil belajar siswa, baik menggunakan tes maupun non-tes, dalam hal ini adalah penguasaan kompetensi oleh setiap siswa sesuai dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran.
Ada empat kegunaan utama evaluasi program pembelajaran antara lain: (1) mengkomunikasikan program kepada publik, (2) menyediakan informasi bagi pembuat keputusan, (3) penyempurnaan program yang ada, dan (4) meningkatkan partisipasi.
Objek Evaluasi Program Pembelajaran.
Objek atau sasaran evaluasi program pembelajaran dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) Evaluasi masukan pembelajarn menekankan pada penilaian karakteristik peserta didik, kelengkapan dan keadaan sarana dan prasarana pembelajaran, karakteristik dan kesiapan guru, kurikulum dan materi pembelajaran, strategi pembelajaran, strategi pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran, serta keadaan lingkungan dimana pembelajaran berlangsung.
2) Evaluasi proses pembelajaran menekankan pada penilaian pengelolaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh pembelajar meliputi keefektifan strategi pembelajaran yang dilaksanakan, keefektifan media pembelajaran, cara mengajar yang dilaksanakan, dan minat, sikap serta cara belajar siswa.
3) Penilaian hasil pembelajaran merupakan upaya untuk melakukan pengukuran terhadap hasil belajar siswa, baik menggunakan tes maupun non-tes, dalam hal ini adalah penguasaan kompetensi oleh setiap siswa sesuai dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran.
II.
Macam-macam Evaluasi Program
A. Evaluasi Model Kirkpatrick
Model ini dikembangkan Kirkpatrick dengan bukunya Evaluating Training Program: The
Four Levels. Evaluasi terhadap program training mencakup empat level yaitu:
1. Evaluasi Reaksi (Reaction Evaluation)
Evaluasi terhadap reaksi peserta
training berarti mengukur kepuasan peserta. Program training dianggap efektif
apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training
sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih. Dengan
kata lain peserta training akan termotivasi apabila proses training berjalan
memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya akan memunculkan reaksi dari peserta
yang menyenangkan.
Kepuasan peserta training dapat dikaji
dari beberapa aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia,
strategi penyampaian materi yang digunakan
oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal kegiatan
sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan. Mengukur reaksi dapat
dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket sehingga mudah dan lebih
aktif.
2. Evaluasi Belajar (Learning Evaluation)
Belajar dapat didefinisikan sebagai
perubahan sikap, perbaikan pengetahuan, dan atau kenaikan keterampilan peserta
setelah selesai mengikuti program (Kirkpatrick dalam Widoyoko, 2013: 176).
Peserta dikatakan belajar apabila pada dirinya telah perubahan sikap, perbaikan
pengetahuan, dan atau kenaikan keterampilan. Penilaian evaluating learning ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar. Mengukur hasil belajar
lebih sulit dan memakan waktu dibandingkan dengan mengukur reaksi. Mengukur
reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam bentuk angket. Penilaian
hasil belajar dapat dilakukan dengan kelompok pembanding, kelompok yang ikut pelatihan
dan tidak ikut pelatihan diperbandingkan perkembangannya menurut periode
tertentu (Kirkpatrick dalam Widoyoko, 2009: 176). Dapat juga dilakukan dengan
membandingkan hasil pre test dengan post test, tes tertulis maupun tes kinerja.
3. Evaluasi Perilaku (Behavior Evaluation)
Evaluasi perilaku ini berbeda dengan
evaluasi terhadap sikap. Penilaian sikap pada evaluasi tahap 2 difokuskan pada
perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan sehingga
lebih bersifat internal, sedangkan perubahan tingkah laku difokuskan setelah
peserta kembali ke tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah terjadi
setelah mengikuti training akan diimplementasikan setelah peserta kembali ke
tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini lebih bersifat eksternal.
Evaluasi perilaku dapat dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok
kontrol dengan perilaku peserta training, atau dengan membandingkan perilaku
sebelum dan sesudah melakukan training, maupun dengan mengadakan survei dan
atau interviu dengan atasan, pelatih, atau bawahan peserta training.
4. Evaluasi Hasil (Result Evaluation)
Evaluasi hasil dalam level ke-4
difokuskan pada hasil akhir yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu
program. Evaluasi hasil akhir ini dapat dilakukan dengan membandingkan kelompok
kontrol dengan kelompok peserta training, mengukur kinerja sebelum dan sesudah
melakukan pelatihan, serta melihat perbandingan biaya dan keuntungan sebelum
dan sesudah pelatihan, apakah ada kenaikan atau tidak (Kirkpatrick dalam
Widoyoko, 2013: 178). Implementasi evaluasi model Kirkpatrick dalam program
pembelajaran perlu dimodifikasi karena adanya perbedaan karakteristik kegiatan
pembelajaran di sekolah dengan kegiatan pembelajaran di program pelatihan.
Kelebihan : (1) lebih komprehensif karena mencakup hard skill dan soft skill, (2) objek
evaluasi bukan hanya hasil belajar semata, tetapi juga mencakup proses, output
maupun outcomes, (3) lebih mudah diterapkan di level kelas karena tidak
melibatkan banyak pihak.
Kelemahan : (1) kurang memperhatikan input, padahal keberhasilan output juga
dipengaruhi input, (2) untuk mengukur impact sulit dilakukan karena selain
sulit tolok ukurnya juga sudah diluar jangkaun guru maupun sekolah.
B. Evaluasi Model CIPP
Evaluasi
model CIPP diperkenalkan pertama kali oleh Stufflebeam pada tahun 1965. Dalam
bidang pendidikan Stufflebeam menggolongkan sistem pendidikan menjadi empat
dimensi, yaitu:
1)
Evaluasi Konteks (Context Evaluation)
Evalusi konteks merupakan penggambaran dan
spesifikasi tentang lingkungan program, kebutuhan yang belum dipenuhi,
karakteristik populasi dan sampel dari individu yang dilayani dan tujuan
program (Sax dalam Widoyoko, 2013: 182).
Evaluasi konteks membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang
ingin dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program.
2)
Evaluasi Masukan (Input evaluation)
Evaluasi masukan membantu mengatur
keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa
rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, bagaimana prosedur kerja untuk
mencapainya.
3)
Evaluasi
Proses (Process evaluation)
Evaluasi proses menekankan pada 3 tujuan: (1) mendeteksi atau memprediksi rancangan
prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, (2) menyediakan
informasi untuk keputusan program, dan (3) sebagai rekaman atau prosedur yang
telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah
ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program.
4)
Evaluasi
Produk/Hasil (Product Evaluation)
Fungsi evaluasi produk untuk membantu pimpinan proyek atau guru membuat
keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir maupun modifikasi program.
Evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan
dalam pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Kelebihan
Lebih komprehensif karena objek evaluasi bukan hanya hasil, tetapi juga
mencakup konteks, masukan, proses, maupun hasil.
Kelemahan
Penerapan model ini dalam program pembelajaran di kelas mempunyai tingkat
keterlaksanaan yang kurang tinggi tanpa adanya modifikasi.
C. Evaluasi Model Wheel dari Beebe
Model
wheel menyajikan model evaluasi pelatihan yang dilakukan dalam suatu program
dengan menggunakan model roda (Beebe dalam Widoyoko, 2013:
182). Model evaluasi ini berbentuk roda karena menggambarkan usaha
evaluasi yang berkaitan dan berkelanjutan dan satu proses ke proses selanjutnya.
Model ini digunakan untuk mengetahui apakah yang dilakukan suatu instansi telah
berhasil, untuk itu diperlukan alat untuk mengevaluasinya. Model wheel ini
mempunyai tiga tahap utama yaitu (1) pembentukkan tujuan pembelajaran, (2)
pengukuran outcome pembelajaran, dan (3) penginterpretasian hasil pengukuran
dan penilaian.
D. Evaluasi Model Provus (Discrepancy Model)
Model
ini yang dikembangkan oleh Malcolm. Provus ini merupakan model evaluasi yang
berangkat dari asumsi bahwa untuk
mengetahui kelayakan suatu program evaluator dapat membandingkan antara apa
yang seharusnya dan diharapkan terjadi (standar) dengan apa yang sebenarnya
terjadi sehingga dapat diketahui ada tidaknya kesenjangan antara keduanya.
Model evaluasi Provus bertujuan untuk
menganalisis suatu program sehingga dapat ditentukan apakah suatu program layak
diteruskan, ditingkatkan atau sebaiknya dihentikan mementingkan
terdefinisikannya standard, performance, dan discrepancy secara rinci dan
terukur.
E. Evaluasi Model Stake (Countenance Model)
Stake
menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu description dan
judgement dan membedakan menjadi tiga tahap dalam program pendidikan, yaitu antecedent (context), transaction (process), dan outcomes. Stake mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu program
pendidikan, kita melakukan perbandingan yang relatif antara program dengan
program yang lain, atau perbandingan yang absolut yaitu membandingkan suatu
program dengan standar tertentu.
F. Evaluasi Model Brinkerhoff
Brinkerhoff & Cs (1983) mengemukakan tiga golongan evaluasi yang
disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti
evaluator-evaluator lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri
sebagai berikut (Widoyoko, 2013: 187) :
1) Fixed
vs Emergent Evaluation Design
Desain evaluasi yang tetap
(fixed) ditentukan dan direncanakan
secara sistematik sebelum implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan
berdasarkan tujuan program disertai seperangkat pertanyaan yang akan dijawab
dengan informasi yang akan diperoleh dari sumber-sumber tertentu. Rencana
analisis dibuat sebelumnya di mana si pemakai akan menerima informasi seperti
yang telah ditentukan dalam tujuan.
2) Formative
vs Sumative Evaluation
Evaluasi formatif digunakan
untuk memperoleh informasi yang dapat membantu memperbaiki program. Evaluasi
formatif dilaksanakan pada saat implementasi program sdang berjalan. Fokus
evaluasi berkisar pada kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang
program. Evaluasi sumatif dilaksanakan untuk menilai manfaat suatu program
sehingga dari hasil evaluasi akan dapat ditentukan suatu program tertentu akan
diteruskan atau dihentikan. Pada evalusi sumatif difokuskan pada
variabel-variabel yang dianggap penting bagi sponsor program maupun pihak
pembuat keputusan.
3)
Experimental and Quasi Experimental
Design vs Naural/Unotrusive
Beberapa evaluasi memakai metodologi
penelitian klasik. Dalam hal ini seperti subjek penelitian diacak, perlakuan
diberikan dan pengukuran dampak dilakukan. Apabila siswa atau program dipilih
secara acak, maka generalisasi dibuat pada populasi yang agak lebih luas. Dalam
beberapa hal intervensi tidak mungkin dilakukan atau tidak dikehendaki. Apabila
proses diperbaiki, evaluator harus melihat dokumen-dokumen, seperti mempelajari
nilai tes atau menganalisis penelitian yang dilakukan dan sebagainya.
G. Evaluasi Model CSE-UCLA
CSE-UCLA terdiri dari dua singkatan,
yaitu CSE-UCLA. CSE merupakan singkatan dari Center for the Study of Evaluation, sedangkan UCLA merupakan
singkatan dari University of California in Los Angeles (Arikunto dan Jabar, 2014:
44). Ciri dari model CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam
evaluasi yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak.
Fernandes memberikan penjelasan tentang model CSE-UCLA menjadi empat tahap
yaitu (1) needs assessment, (2) program planning, (3) formative evaluation, dan (4) sumative evaluation.
Needs Program Formative Summative
Assessment
Planning
Evaluation Evaluation
Gambar Tahap-tahap evaluasi model CSE-UCLA
1)
Needs
Assessment
Dalam tahap ini evaluator memusatkan perhatian
pada penentuan masalah.
2)
Program Planning
Dalam tahap kedua ini CSE model ini
evaluator mengumpulkan data yang terkait langsung dengan pembelajaran dan
mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang telah diidentifikasikan pada tahap
kesatu. Dalam tahap perencannan ini program PBM dievaluasi dengan cermat untuk
mengetahui apakah rencana pembelajaran telah disusun berdasarkan hasil analisis
kebutuhan. Evaluasi ini tidak lepas dari tujuan yang telah dirumuskan.
3)
Formative Evaluation
Dalam tahap ketiga ini evaluator
memusatkan perhatian pada keterlaksanaan program. Dengan demikian, evaluator
diharapkan betul-betul terlibat dalam program karena harus mengumpulkan data
dan berbagai informasi dari pengembang program.
4)
Sumative
Evaluation
Dalam tahap keempat, evaluasi sumatif,
para evaluator diharapkan dapat mengumpulkan semua data tentang hasil dan
dampak dari program. Melalui evaluasi sumatif ini, diharapkan dapat diketahui
tujuan yang dirumuskan untuk program sudah tercapai, dan jika belum dicari
bagian mana yang belum dan apa penyebabnya.
H. Evaluasi Model EKOP.
Model EKOP merupakan hasil modifikasi Kirkpatrick evaluation model dan
model CIPP (Contex, Input, Process, Product) dari
Stufflebeam (Widoyoko, 2013: 199).
Evaluasi program pembelajaran model EKOP mempunyai dua komponen utama, yaitu
kualitas pembelajaran dan output pembelajaran. Aspek kualitas pembelajaran
meliputi aspek: kinerja guru dalam kelas, fasilitas pembelajaran, iklim kelas,
sikap dan motivasi belajar siswa. Penilaian output pembelajaran meliputi
penilaian terhadap kecakapan akademik, kecakapan personal dan penilaian
terhadap kecakapan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S dan
Cepi, A. J. 2010. Evaluasi Program
Pendidikan: Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan
(Edisi Kedua). Jakarta: Bumi Aksara.
Widoyoko, E. P. 2013. Evaluasi
Program Pembelajaran: Panduan Praktis Bagi Pendidik Dan Calon Pendidik.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Langganan:
Postingan (Atom)