A.
PENDAHULUAN
Beberapa
pertanyaan yang pokok dalam teori perkembangan kognitif adalah : dengan alat dan cara apa orang
memperroleh pengetahuan, menyimpan,
dan menggunakannya. Pada prinsipnya hal ini berhubungan dengan alat-alat pengenalan dan
bentuk-bentuk pengenalan. Kognisi adalah pengertian yang luas mengenai berfikir
dan mengamati, jadi tingkah laku yang mengakibatkan orang memperoleh pengertian
atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian. Perkembangan
kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam suatu situasi sosial yang
hampa. Lev Vygotsky (1896-1934), seorang psikolog berkebangsaan Rusia mengenalkan
poin penting tentang pikiran anak tersebut sudah lebih dari setengah abad yang
lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang semakin besar ketika memasuki
akhir abad ke-20.
Vygostsky adalah seorang sarjana hukum yang menyelesaikan studinya di Universitas
Moskow pada tahun 1917. Beliau melanjutkan studi dalam bidang filsafat,
psikologi, dan sastra di fakultas Psikologi Universitas Moskow dan
menyelesaikan studinya pada tahun 1925 dengan judul disertasi “The Psychology
of Art”. Dengan latar belakang ilmu yang demikian
banyak memberikan inspirasi pada pengembangan teknologi pembelajaran,
bahasa, psikology pendidikan, dan berbagai teori pembelajaran. Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Soviet pada
tahun 1920-an dan 1930-an. Namun, karyanya baru dipublikasikan di dunia Barat
pada tahun 1960-an. Sejak saat itulah, tulisan-tulisannya menjadi sangat
berpengaruh di dunia pendidikan. Vygotsky adalah pengagum Piaget. Walaupun setuju
dengan Piaget bahwa perkembangan kognitif terjadi secara bertahap dicirikan
dengan gaya
berpikir yang berbeda-beda, tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget
bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitas
batinnya sendiri. Vygotsky
wafat pada tahun 1934.
B.
KONSEP
SOSIOKULTURAL
Banyak
developmentalis yang bekerja di bidang kebudayaan dan pembangunan mempunyai
pandangan yang sepaham dengan Vygotsky, yang berfokus pada konteks pembangunan
sosial budaya. Teori Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia
sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan
budaya. Vygotsky
menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan,
perhatian, dan penalaran melibatkan pembelajaran menggunakan temuan-temuan
masyarakat seperti bahasa, sistem matematika, dan alat-alat ingatan. Ia juga
menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari
orang-orang yang sudah terampil di dalam bidang-bidang tersebut.
Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan masyarakat di dalam
perkembangan kognitif berbeda dengan gambaran Piaget tentang anak sebagai
ilmuwan kecil yang kesepian. Piaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran
lewat penemuan individual, sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan
orang dewasa dan anak-anak lain dalam memudahkan perkembangan si anak. Menurut
Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relatif dasar seperti
kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun, anak-anak
tidak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi seperti ingatan, berfikir
dan menyelesaikan masalah. Fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ini dianggap
sebagai alat kebudayaan, tempat individu hidup dan alat-alat itu berasal
dari budaya. Alat-alat itu diwariskan pada anak-anak oleh anggota-anggota
kebudayaan yang lebih tua selama pengalaman pembelajaran dipandu. Pengalaman
dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk
gambaran batin anak tentang dunia. Karena itulah berpikir setiap anak dengan
cara yang sama dengan anggota lain dalam kebudayaannya.
Vygotsky menekankan baik level konteks sosial yang bersifat institusional
maupun level konteks sosial yang bersifat interpersonal. Pada level
institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat yang
berguna bagi aktivitas kognitif melalui institusi seperti sekolah, penemuan
seperti komputer, dan melek huruf. Interaksi institusional memberi kepada anak
suatu norma-norma perilaku dan sosial yang luas untuk membimbing hidupnya.
Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang lebih langsung pada
keberfungsian mental anak. Menurut vygotsky (1962), keterampilan-keterampilan
dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi sosial langsung. Informasi
tentang alat-alat, keterampilan-keterampilan dan hubungan-hubungan
interpersonal kognitif dipancarkan melalui interaksi langsung dengan manusia. Melalui
pengorganisasian pengalaman pengalaman interaksi sosial yang berada di dalam
suatu latar belakang kebudayaan ini, perkembangan mental anak-anak menjadi
matang.
Teori Vygotsky memberikan suatu sumbangan yang sangat berarti dalam
kegiatan pembelajaran. Teori ini memberi penekanan pada hakekat sosiokultural
dari pembelajaran. Vygotsky menyatakan bahwa pembelajaran terjadi apabila
peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari
namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan atau tugas itu
berada dalam zone of proximal development daerah terletak antara tingkat
perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan
masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.
C.
PERKEMBANGAN
BAHASA
Para pakar perilaku memandang bahasa sama seperti perilaku lainnya,
misalnya duduk, berjalan, atau berlari. Mereka berpendapat bahwa bahasa hanya
merupakan urutan respons (Skinner,1957) atau sebuah imitasi (Bandura, 1977).
Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru, kita tidak
mendengarnya atau membicarakannya sebelumnya. Kita tidak mempelajari bahasa di
dalam suatu ”ruang hampa sosial” (social vacuum). Kebanyakan anak-anak diajari
bahasa sejak usia yang sangat muda. Kita memerlukan pengenalan kepada bahasa
yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik (Adamson,1992;
Schegloff,1989). Dewasa ini, sebagian besar peneliti dalam bidang bahasa percaya bahwa anak-anak dari
berbagai konteks sosial yang luas menguasai bahasa ibu mereka tanpa diajarkan
secara khusus dan dalam beberapa kasus tanpa penguatan yang jelas ( Rice,1993).
Dengan demikian aspek yang penting dalam mempelajari suatu bahasa tampaknya
tidaklah banyak. Walaupun begitu, proses pembelajaran bahasa biasanya
memerlukan lebih banyak dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan guru. Suatu
peran lingkungan yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa
pada anak kecil disebut motherese, yakni cara ibu dan orang dewasa
sering berbicara pada bayi dengan frekuensi dan hubungan yang lebih luas dari
pada normal, dan dengan kalimat-kalimat yang sederhana.
Bahasa dipahami dalam suatu urutan tertentu. Pada setiap tahap di dalam
tahap perkembangan, interaksi linguistik anak dengan orang tua dan orang lain
pada dasarnya mengikuti suatu prinsip tertentu ( Conti-Ramsden & Snow,
1991; Maratsos, 1991). Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja
sangat dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lingkungan bahasa di
sekitar anak sejak usia dini jauh lebih penting dibandingkan dengan apa yang
diperkirakan di masa lalu ( Von Tetzchner & Siegel, 1989). Vygotsky lebih
banyak menekankan bahasa dalam perkembangan kognitif daripada Piaget. Bagi
Piaget, bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan yang
cukup maju. Pengalaman berbahasa anak tergantung pada tahap perkembangan
kognitif saat itu. Namun, bagi Vygotsky, bahasa berkembang dari interaksi
sosial dengan orang lain. Awalnya, satu-satunya fungsi bahasa adalah
komunikasi. Bahasa dan pemikiran berkembang sendiri, tetapi selanjutnya anak
mendalami bahasa dan belajar menggunakannya sebagai alat untuk membantu
memecahkan masalah. Dalam tahap praoperasional, ketika anak belajar menggunakan
bahasa untuk menyelesaikan masalah, mereka berbicara lantang sembari
menyelesaikan masalah. Sebaliknya, begitu menginjak tahap operasional konkret,
percakapan batiniah tidak terdengar lagi.
D.
ZONE
PROXIMAL DEVELOPMENT DAN KONSEP SCAFOLDING
Lev Semenovich Vygotsky (1896-1934), menyatakan bahwa peserta didik dalam
mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial.
Konstruktivisme ini oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993;
Wilson, Teslow dan Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998). Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky
(Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal Development (ZPD) dan scaffolding.
1.
Zone
Proximal Development (ZPD)
Konsep ZPD
Vigotsky berdasar pada ide bahwa perkembangan pengetahuan siswa ditentukan oleh
keduanya yaitu apa yang dapat dilakukan oleh siswa sendiri dan apa yang
dilakukan oleh siswa ketika mendapat bantuan orang yang lebih dewasa atau teman
sebaya yang berkompeten (Daniels dan Wertsch dalam Slavin 2000: 47). Meskipun
pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri beberapa konsep melalui
pengalaman sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih berkembang
jika berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tidak akan pernah mengembangkan pemikiran
operasional formal tanpa bantuan orang lain. Pada satu sisi, Piaget menjelaskan
proses perkembangan kognitif sejalan dengan kemajuan anak-anak, dan dia
menggambarkan bahwa anak-anak mampu melakukan sesuatu sendiri.
Pada sisi lain, Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang
dengan melalui proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang,
tetapi masih dalam proses pematangan. Vygotsky membedakan antara aktual
development dan potensial development pada anak. Aktual development ditentukan
apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau
guru. Sedangkan potensial development membedakan apakah seorang anak dapat
melakukan sesuatu, memecahkan masalah di bawah petunjuk orang dewasa atau
kerjasama dengan teman sebaya. Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan
Proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development,
dimana antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang
dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang
dewasa atau kerjasama dengan teman sebaya. Maksud dari ZPD adalah
menitikberatkan ZPD pada interaksi sosial akan dapat memudahkan perkembangan
anak. Ketika siswa mengerjakan pekerjaanya di sekolah sendiri, perkembangan
mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan,
siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin
secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui
perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, siswa mendiskusikan
pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan mendalami kemudian
menggunakannya. Sebuah konsekuensi pada proses ini adalah bahwa siswa belajar
untuk pengaturan sendiri (self-regulasi).
Vygotsky menekankan pentingnya memanfaatkan lingkungan dalam pembelajaran.
Lingkungan sekitar siswa meliputi orang-orang, kebudayaan, termasuk pengalaman
dalam lingkungan tersebut. Orang lain merupakan bagian dari lingkungan (Taylor,
1993), pemerolehan pengetahuan siswa bermula dari lingkup sosial, antar orang,
dan kemudian pada lingkup individu sebagai peristiwa internalisasi (Taylor,
1993). Vygotsky menekankan pada pentingnya hubungan antara individu dan
lingkungan sosial dalam pembentukan pengetahuan yang menurut beliau, bahwa
interaksi sosial yaitu interaksi individu tersebut dengan orang lain merupakan
faktor terpenting yang dapat memicu perkembangan kognitif seseorang.
Vygotsky berpendapat bahwa proses belajar akan terjadi secara evisien dan
efektif apabila anak belajar secara kooperatif dengan anak-anak lain dalam
suasana dan lingkungan yang mendukung (supportive), dalam bimbingan seseorang
yang lebih mampu, guru atau orang dewasa. Dengan hadirnya teori konstruktivisme
Vygotsky ini, banyak pemerhati pendidikan yang megembangkan model pembelajaran
kooperatif, model pembelajaran peer interaction, model pembelajaran kelompok,
dan model pembelajaran problem poshing.
Vygotsky
mengemukakan konsep mengenai zone of proximal development. Ada empat prinsip dasar dalam penerapan teori
Vygotsky yaitu :
a.
Belajar dan berkembang adalah aktivitas social dan kolaboratif.
b.
Seorang yang lebih dewasa dapat menjadi pemandu dalam menyusun kurikulum
dan pelajaran.
c.
Pembelajaran disekolah harus dalam konteks yang bermakna, tidak boleh
dipisahkan dari pengetahuan anak-anak yang dibangun dalam dunia nyata mereka.
d.
Pengalaman anak diluar sekolah harus dihubungkan dengan pengalaman mereka
di sekolah.
Implikasi dari
teori Vygostky dalam pendidikan yaitu :
a.
Dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa,
sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas dan saling memunculkan
strategi-strategi pemecahan masalah afektif dalam zona of proximal development.
b.
Dalam pengajaran ditekankan scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin
bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.
2.
Konsep Scaffolding
Scaffolding
merupakan suatu istilah yang ditemukan oleh seorang ahli psikologi
perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni suatu proses yang
digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan
proksimalnya.
Pengaruh karya Vygotsky dan Bruner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh
Smith et al. (1998).
a.
Walaupun
Vygotsky dan Bruner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang
dewasa dalam pembelajaran anak-anak daripad peran yang diusulkan Piaget,
keduanya tidak mendukung pengajaran didaktis diganti sepenuhnya. Sebaliknya
mereka malah menyatakan, walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran
aktif, guru harus secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoritis, ini
berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru
menyediakan scaffolding bagi anak selama melalui ZPD.
b.
Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga
berpengaruh penting pada perkembangan kognitif anak.berlawanan dengan
pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja
kelompok secara kooperatif ( cooperative groupwork) tampaknya mempercepat
perkembangan anak.
c.
Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluasa menjadi pengajaran
pribadi oleh teman sebaya ( peer tutoring), yaitu seorang anak mengajari anak
lainnya yang agak tertinggal dalam pelajaran. Foot et al. (1990) menjelaskan
keberhasilan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori
Vygotsky. Satu anak bisa lebih
efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja
melewati tahap itu sehingga bis adengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang
dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.
Komputer juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dalam
berbagai cara. Dari perspektif pengikut Vygotsky-Bruner, perintah-perintah di
layar komputer merupakan scaffolding (Crook, 1994). Ketika anak menggunakan
perangkat lunak (software) pendidikan, komputer memberikan bantuan atau
petunjuk secara detail seperti yang diisyaratkan sesuai dengan kedudukan anak
yang sedang dalam ZPD. Tak pelak lagi, beberapa anak di kelas lebih terampil
dalam menggunakan komputer sehingga bisa berperan sebagai tutor bagi teman
sebayanya. Dengan murid-murid yang bekerja dengan komputer, guru bisa dengan
bebas mencurahkan perhatiannya kepada individu-individu yang memerlukan bantuan
dan menyiapkan scaffolding yang sesuai bagi masing-masing tingkatan pengtahuan anak.
Tingkatan pengetahuan atau pengetahuan berjenjang oleh Vygotskian
disebutnya sebagai scaffolding. Scaffolding, berarti memberikan kepada
seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran
dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak
tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu
mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan dapat berupa petunjuk, peringatan,
dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa
dapat mandiri. Untuk membimbing siswa dalam upayanya mencapai keberhasilan, dorongan
guru sangat dibutuhkan agar pencapaian siswa ke jenjang yang lebih tinggi
menjadi optimum. Konstruktivisme Vygotskian memandang bahwa pengetahuan
dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat
disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memalui
adaptasi intelektual dalam konteks social budaya. Proses penyesuaian itu
equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni
melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis
Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar
individual. Terdapat dua prinsip penting yang diturunkan dari teori
Vigotsky adalah :
a.
Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi social yang dimulai
proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi
dan pengetahuan.
b.
Zona of Proximal
Development (ZPD) Pembelajar sebagai mediator memiliki peran
mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan,
pengertian dan kompetensi.
Dalam interaksi sosial dikelas, ketika terjadi saling tukar pendapat antar
siswa dalam memecahkan suatu masalah, siswa yang lebih pandai memberi bantuan
kepada siswa yang mengalami kesulitan berupa petunjuk bagaimana cara memecahkan
masalah tersebut, maka terjadi scaffolding, siswa yang mengalami kesulitan
tersebut terbantu oleh teman yang lebih pandai. Ketika guru membantu secukupnya
kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam belajarnya, maka terjadi
scaffolding.
E.
TEORI
KONSTRUKTIVISME VIGOTSKY
Pendekatan konstruktivisme pada pendidikan berusaha merubah pendidikan dari
dominasi guru menjadi pemusatan pada siswa. Peranan guru adalah membantu siswa
mengembangkan pengertian baru. Siswa diajarkan bagaimana mengasimilasi
pengalamn, pengetahuan, dan pengertiannya dan apakah mereka siap untuk tahu
dari pembentukan pengertian baru ini. Pada bagian ini, kita melihat permulaan
aliran konstruktivisme , peranan pengalaman siswa dalam belajar dan bagaimana
dapat mengasimilasi pengertiannya. Konstruktivisme adalah suatu teori belajar
yang mempunyai suatu pedoman dalam filosofi dan antropologi sebaik psikologi.
Pedoman filosofi pada teori ni ditemukan pada abad ke-5 sebelum masehi. Ketika
Socrates memajukan pemikiran dari level sophist oleh metode perkembangan
sistematis yang ditemukan melalui gabungan antara pertanyaan dan alasan logika.
Metode baru ini yang mengkontribusi secara besar-besaran untuk memajukan aspek
pemecahan masalah aliran konstruktivisme. Penyelidikan atau pengalaman fisik,
pengalaman pendidikan adalah kunci metode konstruktivisme.
Selama abad ke-18 dan ke-17, filosof Inggris ” Frances Bacon” memberikan
ilmu metode untuk menyelidiki lingkungan. Pendukung konstruktivisme
percaya bahwa pengalaman melalui lingkungan, kita akan mengikat informasi yang
kita peroleh dari pengalaman ini ke dalam pengertian sebelumnya, membentuk
pengertian baru. Dengan kata lain, pada proses belajar masing-masing pelajar
harus mengkreasikan pengetahuannya. Pada konstruktivisme, kegiatan mengajar
adalah proses membantu pelajar-pelajar mengkreasikan pengetahuannya.
Konstruktivisme percaya bahwa pengetahuan tidak hanya kegiatan penemuan yang
memungkinkan untuk dimengerti, tetapi pengetahuan merupakan cara suatu
informasi baru berinteraksi dengan pengertian sebelumnya dari pelajar. Para
konstruktivisme menekankan peranan motivasi guru untuk membantu siswa belajar
mencintai pelajaran. Tidak seperti behaviorist, yang menggunakan sangsi berupa
reward, sedangkan konstruktivisme percaya bahwa motivasi internal, seperti
kesenangan pada pelajaran lebih kuat daripada reward eksternal.
Konstruktivisme yang mempunyai pengaruh besar pada tahun 1930 yang bekerja
sebagai ahli Psikologi Rusia adalah L.S. Vygotsky, yang sangat tertarik pada
efek interaksi siswa dengan teman sekelas pada pelajaran. Jaramillo (1996)
menjelaskan, Vygotsky mencatat bahwa interaksi individu dengan orang lain
berlangsung pada situasi sosial. Vygotsky percaya bahwa subyek yang dipelajari
berpengaruh pada proses belajar, dan mengakui bahwa tiap-tiap disiplin ilmu
mempunyai metode pembelajaran tersendiri. Vygotsky adalah seorang guru yang
tertarik untuk mendesign kurikulum sebagai fasilitas dalam interaksi siswa. Konstruktivisme
menurut pandangan Vygotsky menekankan pada pengaruh budaya. Vygotsky
berpendapat fungsi mental yang lebih tinggi bergerak antara inter-psikologi
(interpsychological) melalui interaksi sosial dan intra-psikologi
(intrapsychological) dalam benaknya. Internalisasi dipandang sebagai
transformasi dari kegiatan eksternal ke internal. Ini terjadi pada individu
bergerak antara inter-psikologi (antar orang) dan intra-psikologi (dalam diri
individu).
Berkaitan dengan perkembangan intelektual siswa, Vygotsky mengemukakan dua
ide :
1.
Bahwa perkembangan intelektual siswa dapat dipahami hanya dalam konteks
budaya dan sejarah pengalaman siswa (van der Veer dan Valsiner dalam Slavin,
2000).
2.
Vygotsky mempercayai bahwa perkembangan intelektual bergantung pada sistem
tanda (sign system) setiap individu selalu berkembang (Ratner dalam
Slavin, 2000: 43). Sistem tanda adalah simbol-simbol yang secara budaya
diciptakan untuk membantu seseorang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan
masalah, misalnya budaya bahasa, sistem tulisan, dan sistem perhitungan.
Berkaitan dengan pembelajaran, Vygotsky mengemukakan empat prinsip seperti
yang dikutip oleh (Slavin, 2000: 256) yaitu:
1.
Pembelajaran sosial (social leaning). Pendekatan pembelajaran yang
dipandang sesuai adalah pembelajaran kooperatif. Vygotsky menyatakan bahwa
siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang dewasa atau teman yang
lebih cakap;
2.
ZPD (zone
of proximal development). Bahwa siswa akan dapat mempelajari konsep-konsep dengan baik jika berada
dalam ZPD. Siswa bekerja dalam ZPD jika siswa tidak dapat memecahkan masalah
sendiri, tetapi dapat memecahkan masalah itu setelah mendapat bantuan orang
dewasa atau temannya (peer); Bantuan atau support dimaksud agar si anak mampu
untuk mengerjakan tugas-tugas atau soal-soal yang lebih tinggi tingkat
kerumitannya dari pada tingkat perkembangan kognitif si anak.
3.
Masa Magang
Kognitif (cognitif apprenticeship). Suatu proses yang menjadikan siswa sedikit
demi sedikit memperoleh kecakapan intelektual melalui interaksi dengan orang
yang lebih ahli, orang dewasa, atau teman yang lebih pandai.
4.
Pembelajaran
Termediasi (mediated learning). Vygostky menekankan pada scaffolding. Siswa
diberi masalah yang kompleks, sulit, dan realistik, dan kemudian diberi bantuan
secukupnya dalam memecahkan masalah siswa.
Inti teori Vigotsky adalah menekankan interaksi antara aspek
internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan
sosial pembelajaran. Menurut teori Vigotsky, fungsi kognitif manusia
berasal dari interaksi social masing-masing individu dalam konteks budaya.
Vigotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani
tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam
jangkauan kemampuannya atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal
development mereka. Pembentukan pengetahuan menurut konstruktivistik
memandang siswa yang aktif menciptakan struktur-struktur kognitif
dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitifnya ini,
subyek menyusun pengertian realitasnya. Interaksi kognitif akan terjadi sejauh
realitas tersebut disusun melalui struktur kognitif yang diciptakan oleh siswa
itu sendiri. Struktur kognitif senantiasa harus diubah dan disesuaikan
berdasarkan tuntutan lingkungan dan organisme yang sedang berubah. Proses
penyesuaian diri terjadi secara terus menerus melalui proses rekonstruksi.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses
pembelajaran, siswa yang harus aktif mengembangkan pengetahuan
mereka, bukan pembelajar atau orang lain. Mereka yang harus bertanggung jawab
terhadap hasil belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu
dikembangkan. Kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu mereka untuk
berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa sehingga belajar lebih diarahkan
pada experimental learning yaitu merupakan adaptasi kemanusiaan
berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium, diskusi dengan teman sekelas,
yang kemudian dikontemplasikan dan dijadikan ide dan pengembangan konsep baru.
Karenanya aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak terfokus pada si pendidik
melainkan pada pebelajar.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu:
1.
Mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam kontek yang
relevan.
2.
Mengutamakan
proses.
3.
Menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman social.
4.
pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman.
Ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky
(Karpov & Bransford, 1995), yang telah digunakan untuk menunjang metode
pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis
kegiatan, dan penemuan. Empat prinsip kunci yang diturunkan dari teorinya telah
memegang suatu peran penting. Salah satu diantaranya adalah penekanannya pada
hakekat sosial dari pembelajaran. Ia mengemukakan bahwa siswa belajar melalui
interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu. Pada proyek
kooperatif, siswa dihadapkan pada proses berfikir teman sebaya mereka. Metode
ini tidak hanya membuat hasil belajar terbuka untuk seluruh siswa, tetapi juga
membuat proses berfikir siswa lain terbuka untuk seluruh siswa. Vygotsky memperhatikan
bahwa pemecahan masalah yang berhasil berbicara kepada diri mereka sendiri
tentang langkah-Iangkah pemecahan masalah yang sulit. Dalam kelompok
kooperatif, siswa lain dapat mendengarkan pembicaraan dalam hati ini yang
diucapkan dengan keras oleh pemecah masalah dan belajar bagaimana jalan pikiran
atau pendekatan yang dipakai pemecah masalah yang berhasil ini.
Fornot mengemukakan aspek-aspek konstruktivitik sebagai berikut: adaptasi (adaptation),
konsep pada lingkungan (the concept of envieronmet), dan pembentukan
makna (the construction of meaning). Dari ketiga aspek tersebut
diadaptasi terhadap lingkungan yang dilakukan melalui dua proses yaitu
asimilasi dan akomodasi.
1.
Asimilasi.
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan
persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah
ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang
menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema
yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan
menyebabkan perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata.
Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan
mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru perngertian orang itu berkembang.
2.
Akomodasi.
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium).Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Vigotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu siswa mencapai keberhasilan dengan baik, siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, siswa gagal meraih keberhasilan. Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Vigotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu siswa mencapai keberhasilan dengan baik, siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, siswa gagal meraih keberhasilan.
Video penerapan teori Vigotsky pada anak
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bias jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium).Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Vigotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu siswa mencapai keberhasilan dengan baik, siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, siswa gagal meraih keberhasilan. Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya. Vigotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu siswa mencapai keberhasilan dengan baik, siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, siswa gagal meraih keberhasilan.
F. KESIMPULAN
Teori Vygotsky menekankan pada pembelajaran sosiokultural. Inti dari teori
Vygotsky yaitu penekanan pada interaksi pembelajaran antara aspek internal dan
aspek eksternal pada lingkungan social. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif
berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya.
Zona perkembangan proximal ( ZPD ) ialah istilah Vygotsky untuk tugas-tugas
yang terlalu sulit untuk dikuasai sendiri oleh anak-anak, tetapi yang dapat
dikuasai dengan bimbingan dan bantuan dari orang-orang dewasa atau anak-anak
yang lebih terampil.
Teori kontrukivis social dibangun berdasarkan pengembangan yang dibuat oleh
lev Vygotsky. Vygotsky menekankan pada lingkungan social yang ikut membantu
perkembangan seorang anak. Bagi Vygotsky, budaya sangat berpengaruh sekali
dalam membentuk strutur kognitif anak. Yang membantu perkembangan anak bukan
hanya guru, tetapi jaga anak-anak yang lebih dewasa. Vygotsky mengemukakan
konsep mengenai zone of proximal development. Ada empat prinsip dasar dalam
penerapan teori Vygotsky yaitu:
1.
Belajar dan berkembang adalah aktivitas social dan kolaboratif.
2.
Seorang yang lebih dewasa dapat menjadi pemandu dalam menyusun kurikulum
dan pelajaran.
3.
Pembelajaran disekolah harus dalam konteks yang bermakna, tidak boleh
dipisahkan dari pengetahuan anak-anak yang dibangun dalam dunia nyata mereka.
4.
Pengalaman anak diluar sekolah harus dihubungkan dengan pengalaman mereka
di sekolah.
Implikasi dari
teori Vygostky dalam pendidikan yaitu :
1.
Dikehendaki setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa,
sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas dan saling memunculkan
strategi-strategi pemecahan masalah afektif dalam zona of proximal development.
2.
Dalam pengajaran ditekankan scaffolding sehingga siswa semakin lama semakin
bertanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri.
Teori Vygotsky yang lain adalah “scaffolding“. Scaffolding
adalah memberikan kepada seseorang anak sejumlah besar bantuan selama tahap –
tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan
kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin
besar segera setelah ia mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan guru
dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah ke dalam bentuk
lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri. Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya
yaitu:
1.
Menghendaki
setting kelas kooperatif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling
memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif dalam masing-masing
zone of proximal development mereka.
2.
Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran menekankan scaffolding. Jadi
teori belajar Vygotsky adalah salah satu teori belajar sosial sehingga sangat
sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran
kooperatif terjadi interaktif sosial yaitu interaksi antara siswa dengan siswa
dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep dan pemecahan
masalah.
DAFTAR PUSTAKA
http://riefqie-yupss.blogspot.com/2009/03/konsep-vygotsky-tentang-perkembangan.html.
29 September 2011.
http://209.85.175.104/search?q=cache:7gu3mjv7a8J:www.gerejatoraja.com/downloads/MODEL_PEMBELAJARAN_KONSTRUKTIVISTIK.doc+Vygotsky&hl=id&ct=clnk&cd=5&gl=id.
30 September 2011.
http://masbied.files.wordpress.com/2011/05/modul-matematika-teori-belajar-vygotsky.pdf. 30 september 2011
http://cedaspendidikan.blogspot.com.
30 september 2011
http://sahrodi1987.multiply.com/. 30
september 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar