Minggu, 11 Mei 2014

PSIKOLOGI PEMBELAJARAN




A.        Pengertian teori belajar

Teori belajar (Suherman, 2003: 27) adalah teori yang mempelajari perkembangan intelektual siswa. Didalamnya terdiri dari dua hal, yaitu:
1.      uraian apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak
2.      uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu.

B.           Pentingnya teori belajar

        Teori belajar ini berguna dalam meningkatkan kemampuan menjadi guru profesional, karena dengan menguasai materi teori belajar serta aplikasinya akan meningkatkan wawasan kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran matematika di dalam kelas. Selain itu, guru juga harus mengetahui tingkat perkembangan mental dan bagaimana pengajaran harus dilakukan sesuai dengan perkembangan tersebut. Pembelajaran yang tidak memperhatikan perkembangan mental anak akan mengakibatkan anak mengalami kesulitan karena tidak sesuai dengan kemampuan siswa dalam menyerap materi.

1.      Aliran psikologi tingkah laku

a.  Thorndike

Edward L.Thorndike (1874-1949) mengemukakan beberapa hukum yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini timbul sebagai akibat dari pemberian pujian atau ganjaran lainnya. Hukum belajar ini antara lain hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise), hukum akibat (law of effect).

b.   Ausubel

Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ausubel membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa hanya menerima, jadi tinggal menghafalkanya, tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Pada belajar bermakna, materi yang telah diperoleh dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti.

c.   Skinner

        Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Penguatan menurut Skinner ada dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Contoh penguatan positif yaitu pujian yang diberikan pada anak. Penguatan negatif misalnya teguran, peringatan, atau sangsi.

d.    Gagne

Gagne menyatakan dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh siswa yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika, dan tahu bagaimana semestinya belajar. Gagne mengelompokkan belajar ke dalam 8 tipe yaitu
1)      Belajar, belajar yang paling rendah karena tidak ada niat atau spontanitas. Contohnya menyenangi atau menghindari pelajaran karena akibat perilaku.
2)   Stimulus respon, kondisi belajar yang ada niat, diniati, dan responya jasmaniah. Contohnya meiru tulisan guru di papan tulis.
3)      Rangkaian gerak adalah perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangkaian stimulus respon.
4)   Rangkaian verbal, perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangkaian stimulus respon. Misalnya mengemukakan pendapat pertanyaan menjawab.
5)      Membedakan adalah belajar memisahkan rangkaian.
6)      Pembentukkan konsep yaitu belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk dijadikan kelompok.
7)      Pembentukkan aturan, misalnya pemahaman terhadap rumus kuadratis dan menggunakannya dalam menyelesaikan persamaan kuadrat.
8)      Pemecahan masalah

e.  Pavlov

Pavlov melakukan percobaan terhadap seekor anjing. Anjing itu dikurung dalam suatu kandang dengan waktu tertentu dan diberi makan. Setiap memberi makan Pavlov membunyikan bel pada jangka tertentu anjing mengeluarkan air liur, meskipun tidak diberi makan. Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal Pekerjaan Rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksannya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.

   
Gambar 1.1. Penelitian Pavlov terhadap pembiasaan pada anjing

f.   Baruda

Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Meniru disini bukan menyotek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Misalnya jika tulisan guru baik, berbicara sopan, murid akan menirunya.

2.      Aliran psikologi kognitif

a.  Piaget

Piaget (Suherman, 2003: 36) menyatakan struktur kognitif sebagai skemata (Schemes) yaitu kumpulan dari skema-skema. Seorang individu dapat mengikat, memahami, memberikan respon terhadap stimulus disebabkan karena bekerjanya skemata. Piaget mengemukakan ada empat tahap perkembangan kognitif setiap individu, yaitu:
1)    Sensori Motor (dari lahir- sekitar umur 2 tahun), dalam tahap ini pengalaman anak diperoleh       melalui perbuatan fisik (gerakan tubuh) dan sensori (koordinasi alat indra). Misalnya, anak sudah bisa berbicara meniru suara kendaraan.
2)    Pra Operasi (sekitar umur 2 tahun – sekitar umur 7 tahun), dalam tahap ini anak sudah dapat mengklasifikasikan sekelompok objek (classifying), menata letak benda-benda menurut urutan tertentu (seriation), dan membilang (counting). Misalnya, perlihatkan 3 buah kelereng yang sama besar di atas meja. Kemudian letak kelereng diubah menjadi agak berjauhan. Apabila ditanyakan kepada anak yang masih pada tahap ini. Ia akan menjawab kelereng yang letaknya berjauhan lebih banyak.
 

3)      Operasi Konkrit (sekitar umur 7 tahun – sekitar umur 11 tahun), dalam tahap ini anak telah     memahami operasi logis dengan bantuan benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep kekekalan, kemampuan mengklasifikasikan dan serasi, mampu memandang suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif, dan mampu berpikir reversibel. Piaget mengidentifikasi enam jenis konsep kekekalan yang berkembang selama operasi konkrit, yaitu:
a)      Kekekalan banyak (6-7 tahun)
b)      Kekekalan materi (7-8 tahun)
c)      Kekekalan panjang (7-8 tahun)
d)     Kekekalan luas (8-9 tahun)
e)      Kekekalan berat (9-10 tahun)
f)       Kekekalan volume (11-12 tahun)
4)   Operasi Formal (sekitar umur 11 tahun – seterusnya), dalam tahap ini anak sudah mampu melakukan penalaran dengan menggunakan hal-hal yang abstrak. Anak mampu bernalar tanpa harus berhadapan dengan objek atau peristiwanya langsung. Penalaran yang terjadi dalam struktur kognitifnya telah mampu hanya menggunakan simbol-simbol, ide-ide, abstraksi, dan generalisasi.

b.   Bruner

Jerome Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pengajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang terkait antara konsep-konsep dan struktur-struktur. Proses belajar anak sebaiknya diberi kesempatan untuk memanipulasi benda-benda (alat peraga). Melalui alat peraga yang diteliti Brunner, anak akan melihat langsung bagaimana keteraturan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikan. Keteraturan tersebut kemudian oleh anak dihubungkan dengan keterangan intuitif yang telah melekat pada dirinya.  Bruner menyatakan bahwa anak melewati tiga tahap berikut:
1)   Tahap enaktif, dalam tahap ini anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik) objek.
2)   Tahap ikonik, dalam tahap ini kegiatan anak berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3)  Tahap simbolik, dalam tahap ini anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.

c.  Gestalt

Tokoh aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1)      Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
2)      Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa
3)      Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar.
Dari ketiga hal di atas, dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberi konsep yang harus diterima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap proses terbentuknya konsep daripada hasil akhir.

d.  Brownell

W Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajar pada hakikatnya merupakaan suaatu proses yang bermakna. Bila diperhatikan teori yang dikemukakan Brownell sesuai dengan teori belajar mengajar Gestalt. Menurut teori Gestalt, latiahal hafal atau disebut drill adalah sangat penting dalam kegiatan pengajaran. Cara ini ditetapkan setelah tertanamnya pengertian.

e.   Dienes

Dienes berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan diantara struktur-struktur dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan baik. Ini berarti bahwa benda-benda atau objek-objek dalam bentuk permainan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran matematika.
1)      Permainan bebas, tahap belajar konsep yang aktivitasnya tidak berstrukturr dan tidak diarahkan.
2)     Permainan disertai aturan, anak-anak sudah mulai meneliti pola-pola dan keteraturan yang terdapat dalam konsep tertentu.
3)      Representasi, tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis.
4)   Simbolisasi, tahap belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
5)   Formalisasi, tahap belajar dimana anak-anak dituntut untuk mengurutkan sifat-sifat konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru dari konsep tersebut.

f.  Van Hiele

Dalam pengajaran geometri terdapat teori belajar yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954). Van Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap belajar anak dalam belajar geometri, yaitu:
1)    Tahap pengenalan (Visualisasi), dalam tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya. Contoh, jika padaa seorang anak diperlihatkan sebuah kubus ia belum mengetahui sifat-sifat kubus tersebut.
2)    Tahap analisis, dalam tahap ini siswa sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki bangun geometri yang diamati. Misalnya, di saat ia mengamati persegi panjang, ia sudah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan, dan kedua pasang sisi tersebut sejajar.
3)    Tahap pengurutan (deduksi informal), dalam tahap ini siswa mulai melakukan penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan berpikir induktif. Misal, anak sudah mengenali bahwa bujur sangkar adalah jajar genjang, bahwa belah ketupat adalah layang-layang.
4)  Tahap deduksi, tahap anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yang penarikan kesimpulan yang bersifat umum hal-hal yang bersifat khusus. Misal, anak memulai mengenal dalil.
5)   Tahap akurasi, dalam tahap ini anak sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misal, siswa mengetahui pentingnya aksioma-aksioma dari geometri euclid.

3.   Teori Intelegensi dari Guilford 

Guilford membagi faktor intelek menjadi sebagian kecil kemampuan mengingat dan sebagian yang lebih besar kemampuan berpikir (Hudojo, 1988). Kemampuan berpikir dibagi lagi menjadi tiga kategori yaitu kemampuan kognitif, kemampuan produktif, dan kemampuan evaluatif. Faktor kognitif berkenaan dengan menemukan informasi dan menemukan kembali informasi. Kemampuan produktif adalah kemampuan untuk menggunakan informasi yang telah diketahui, kadang-kadang dengan maksud menurunkan informasi. Kemampuan evaluatif adalah kemampuanuntuk menetapkan apakah sesuatuyang dihasilkan oleh kemampuan produktif tadi sesuai, benar atau sudah memenuhi keinginan. Faktor berpikir produktif dibagi menjadi dua yaitu kemampuan berpikir konvergen dan divergen. Kemampuan konvergen menuju ke satu jawaban. Kemampuan divergen menghasilkan jawaban yang berbeda.


                    Gambar 1.2. Hubungan antara kemampuan Intelektual

4.   Aliran latihan mental

Aliran mengemukakan bahwa struktur otak manusia terdiri dari gumpalan-gumpalan otot. Agar kuat maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat maka otak makin kuat. Oleh karena itu jika anak ingin pandai maka ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak berlatih memahami dan mengerjakan soal-soal yang benar, makin sukar materi makin pandai anak tersebut
.
5.    Teori belajar sosial kultural (Vygotski)

Vygotski melihat bahwa siswa diberikan gagasan-gagasan komplek (Daniels dalam Zevenbergen, 2004) tetapi dia memperluas pendekatan melalui internalisasi pengetahuan dan mendapat pencapaian yang lebih baik ketika siswa dipandu secara baik, pertanyaan analitik yang diajukan oleh guru.
Guru yang ahli adalah sentral dari teori vygotski, peran guru adalah untuk mengidentifikasikan gambaran cara siswa dan kemudian penggunaan ceramah yang baik, pertanyaan akan memancing siswa berpikir maju. Pengakuan gambaran  siswa atau berfikir  dikenal dengan proximal development dan kegiatan guru untuk mendukung pembelajaran digambarkan sebagai scaffolding. Ketika bekerja pada proximal development perhatian khusus diberikan dengan bahasa bagaimana dia akan menafsirkan dan membangun pemahaman (Bell dan Woo dalam Zevenbergen, 2004). Pendekatan guru untuk membangun dan menggunakan pertimbangan bahasa dan kesempatan komunikasi dengan lingkungan kelas bertujuan untuk membangun pemahaman matematika.

Scaffolding

Guru yang baik adalah guru yang mengetahui cara berfikir siswanya mengenai konsep matematika dan kemudian mengetahui bagaimana untuk mengerakkan siswa ke arah yang lebih komplek, lengkap dan membangun secara kuat melalui kegiatan pembelajaran dan pertanyaan yang baik penting dalam fasilitas pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA

Hudojo, H. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.

Suherman, E, at al. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.


Zavenbergen, R, at al. 2004. Teaching Mathematics in Primary Schools. Australia: ALLEN & UNWIN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar